Perawat migran indonesia di jepang gajinya tinggi, apakah mereka bahagia?

Theconversation

Perawat migran indonesia di jepang gajinya tinggi, apakah mereka bahagia?"


Play all audios:

Loading...

Para perawat asal Indonesia yang lulus ujian nasional perawat dan bersertifikat di Jepang mendapat gaji sekitar Rp21-30 juta per bulan. Sedangkan yang belum lulus diupah di bawah Rp20 juta,


di bawah upah minimum di Tokyo. Walau gaji mereka tinggi (diukur dari standar upah Jakarta) dan bekerja di negara maju, perbedaan budaya, bahasa, latar belakang perawat, biaya hidup mahal,


dan tekanan kerja telah menyebabkan para perawat di sana terganggu kesehatan mentalnya. Para perawat perempuan mengalami masalah kesehatan mental lebih buruk dibanding perawat laki-laki.


Selama dua tahun, saya dan kolega dari Jepang meneliti 148 calon perawat dan _careworker_ (pendamping orang lanjut usia) Indonesia yang bekerja di Jepang, 54 laki-laki dan 54 perempuan,


untuk mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi kesejahteraan secara psikologis mereka sebelum dan setelah setahun mereka migrasi ke Jepang. Kami mengambil data pada 2013 saat mereka ikut


orientasi di Jakarta dan setahun kemudian setelah mereka tiba di sana. Hasil riset kami menunjukkan bahwa perubahan kesehatan mental calon perawat dan _careworker_ sebelum dan sesudah


migrasi dipengaruhi oleh kemampuan beradaptasi sosial-budaya, gender, dan kondisi keterbatasan ekonomi dalam pra-migrasi. Kemampuan adaptasi sosial budaya menjadi faktor utama yang


mempengaruhi kesejahteraan psikologis. Perawat yang memiliki kemampuan yang baik dalam adaptasi sosial budaya, yang meliputi komunikasi interpersonal, kemampuan bahasa Jepang, penyesuaian


terhadap lingkungan dan keterlibatan dengan masyarakat Jepang, cenderung lebih berbahagia dan memiliki kesehatan mental yang baik. Isu kesehatan mental jarang diperhatikan oleh pemerintah


Indonesia walau hal ini sangat penting bagi keberlangsungan program pengiriman perawat ke Negeri Sakura. Setelah 10 tahun diteken kerjasama Indonesia–Jepang dalam Economic Partnership


Agreement (IJ-EPA), lebih dari 1.000 tenaga kerja lulusan sekolah perawat dari Indonesia telah dikirim ke Jepang sebagai kandidat _nurse_ (perawat klinis) maupun _careworker_. Untuk menjaga


kualitas pelayanan kesehatan, Jepang mensyaratkan perawat dan _careworker_ yang berasal dari luar negaranya harus menempuh ujian nasional perawat agar dapat bekerja profesional di rumah


sakit dan panti orang lanjut usia. Sebelum lulus ujian nasional mereka disebut Kouhosha (kandidat alias calon pekerja). Penghasilan mereka ditentukan juga apakah mereka lulus ujian atau


belum. Jumlah perawat yang lulus ujian hanya sekitar 9% dari total jumlah perawat yang dikirim ke sana. Artinya 91% dari mereka diupah lebih rendah karena masih kandidat atau belum


bersertifikat. Perawat yang masih berstatus kandidat mendapat upah bulanan Rp15-18 juta, sedangkan pendamping lansia berstatus calon diupah Rp12-15 juta per bulan. KESEHATAN MENTAL:


INDIKATOR KEBERHASILAN PROGRAM Calon perawat diberikan kesempatan mengikuti ujian nasional perawat tiga kali selama masa kontrak tiga tahun. Sedangkan untuk calon _careworker_ hanya


diberikan kesempatan sekali ikut ujian, selama masa kontrak empat tahun. Jika tidak lulus ujian, mereka harus kembali ke negaranya setelah masa kontraknya habis. Jika lulus ujian, mereka


dapat bekerja sebagai perawat atau _careworker_ di Jepang selama mereka mau. Beberapa penelitian yang berkaitan dengan kondisi kesehatan mental perawat dan _careworker_ di bawah program


IJ-EPA menunjukkan bahwa banyak masalah sosio-kultural yang dialami mereka. Termasuk masalah kesejahteraan mental, gaji dan penghargaan, perasaan kesepian dan beban untuk lulus ujian


nasional. Hal ini menjadi pendorong stres yang signifikan yang dihadapi oleh calon perawat dan _careworker_ di Jepang. Studi longitudinal pada 2012 mengenai kondisi kesehatan mental calon


pekerja IJ-EPA yang dilakukan oleh Kinkawa dan koleganya mengungkapkan bahwa kondisi kesehatan mental calon EPA memburuk dalam enam bulan setelah memasuki lapangan kerja. Keadaan ini


dibandingkan dengan kondisi mereka saat ikut pelatihan bahasa Jepang selama 6 bulan setelah mereka tiba di Jepang. Kesejahteraan psikologis menjadi indikator keberhasilan program pengiriman


perawat Indonesia ke Jepang melalui IJ-EPA. Melalui indikator ini, pemerintah dapat mengukur benefit dari program penyaluran perawat ke Jepang dapat benar-benar dinikmati oleh pekerja.


Dengan demikian, pemerintah terdorong meningkatkan kapasitas perawat Indonesia baik secara ekonomi maupun keilmuan. Permintaan tenaga pekerja medis bersertifikat di Jepang diperkirakan


mencapai 2,32 juta sampai 2,44 juta pada 2025. Kebutuhan itu sulit dipenuhi) dari pasar tenaga kerja dalam negeri dengan populasi lanjut usia (lansia) di sana yang sangat besar.


Diproyeksikan pada 2035 di Jepang akan ada populasi lansia sebanyak 33,4% dari jumlah penduduk. Ini setara dengan 1:3, artinya dalam 3 orang penduduk akan terdapat 1 orang berusia lanjut.


Dengan rata-rata usia harapan hidup lansia mencapai 84,19 tahun dan dikombinasikan dengan tingkat kesuburan rendah, 1,2 per pasangan, Jepang sangat membutuhkan pekerja kesehatan yang


berkualitas untuk menopang perkembangan piramida terbalik yang terjadi saat ini. KESENJANGAN BUDAYA INDONESIA VS JEPANG Penelitian ini mengidentifikasi kemampuan adaptasi sosial budaya


sebagai faktor utama yang mempengaruhi derajat kesehatan mental para pekerja kesehatan migran di Jepang. Perbedaan budaya antara Indonesia dan Jepang membutuhkan kompetensi untuk beradaptasi


dengan bahasa, budaya, status sosial dan interaksi sosial yang sesuai dengan sosio-budaya di Jepang. Mereka yang memiliki kemampuan yang baik dalam beradaptasi cenderung lebih bahagia dan


memiliki kesehatan mental yang lebih baik dibandingkan mereka yang memiliki kemampuan yang kurang baik. Dari sisi gender (peran laki-laki dan perempuan), studi ini juga mengidentifikasi


pekerja perempuan cenderung memiliki kesehatan mental yang kurang baik pasca-migrasi. Isu gender ini dapat diasumsikan berasal dari perbedaan karakteristik faktor penyebab stres dan


kemampuan mengatasi stres yang dirasakan di antara responden laki-laki dan perempuan. Selain itu, perpisahan dengan sumber dukungan sosial, seperti anggota keluarga dan orang-orang dekat,


mengakibatkan menurunnya kesehatan mental. Perempuan yang kehilangan dukungan sosial dan terpapar peristiwa kehidupan yang penuh tekanan seperti migrasi, lebih rentan terhadap gangguan


psikologis dibandingkan laki-laki. Dalam sistem patriarki, laki-laki menjadi kepala rumah tangga dan bertindak sebagai pengambil keputusan dan bertanggung jawab atas anggota keluarga


lainnya, dianut sebagian besar wilayah masyarakat Indonesia. Terlepas dari kenyataan bahwa perempuan Indonesia saat ini memiliki kesempatan yang sama seperti laki-laki, sebagaimana


diterapkan dalam program IJ-EPA, konsep patriarki mendominasi saat membuat keputusan mengenai masa depan kandidat. Karena itu, banyak kandidat perempuan tidak mudah dan bebas menentukan masa


depan mereka tanpa mendapat izin dari ayah atau pasangan mereka. Situasi ini dapat menyebabkan terjadinya konflik internal pada kandidat EPA perempuan dan memengaruhi kondisi kesehatan


mental mereka. STATUS SOSIAL EKONOMI SEBELUM MIGRASI Mereka yang berasal dari kondisi ekonomi yang kurang baik, cenderung mengalami penurunan status kesehatan mental. Hal ini kemungkinan


disebabkan oleh terbebaninya para kandidat dengan kondisi keluarga mereka yang ditinggalkan. Mereka memiliki beban tanggung jawab kepada keluarga mereka dengan mengirimkan pendapatan mereka


untuk mendukung keluarga mereka secara ekonomi. Temuan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hirano pada pekerja migran Filipina di Jepang, yang mengungkapkan bahwa mereka yang


berasal dari kondisi ekonomi yang buruk cenderung memiliki kesehatan mental yang lebih buruk. Biaya hidup yang tinggi di Jepang kurang menguntungkan bagi responden yang berasal dari kondisi


ekonomi rendah. Para migran ini harus membagi pendapatan mereka untuk biaya hidup sehari-hari di sana (seperti makan, dan belanja kebutuhan sehari-hari, serta menyewa apartemen yang totalnya


bisa mencapai Rp 8 juta per bulan), dan kewajiban untuk mengirim uang ke keluarga mereka di kampung halaman. Hal tersebut membebani para responden karena mereka tidak dapat menikmati


kehidupan di Jepang. Mereka merasa kurang bisa menikmati penghasilan untuk menjalani kehidupan lebih baik setelah migrasi. Mereka yang berlatar belakang ekonomi lebih baik dapat


membelanjakan pendapatan lebih leluasa dan menikmati kehidupan mereka di Jepang. PERLU EVALUASI Temuan penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi negara pengirim dan penerima


migran, terutama dalam evaluasi pelaksanaan program. Paling sering, migrasi dikaitkan dengan peristiwa yang penuh tekanan, termasuk hambatan dan tantangan, serta masalah psiko-sosial. Karena


itu, pendekatan dan strategi pencegahan yang tepat seperti mengoptimalkan proses pra-keberangkatan harus dipertimbangkan. Memberikan informasi yang akurat, termasuk informasi dari para


perawat yang telah kembali ke tanah air, tentang lingkungan kerja dan lingkungan hidup di negara tujuan sangat efektif untuk membantu para kandidat menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja


barunya.


Trending News

10 potret manis tiwi eks t2 yang jadi single mom

03 Jan 2020, 17:51 WIB Instagram.com/tentangtiwi Prastiwi Dwiarti atau yang sempat dikenal dengan panggilan Tiwi T2 pern...

7 jenis buah yang wajib dikonsumsi agar berat badanmu cepat turun

31 Mei 2019, 10:15 WIB pixabay/silviarita Buah adalah salah satu makanan favorit yang sehat dan kaya akan nutrisi. Mengo...

8 tumbuhan pemegang rekor dunia, ada yang dari indonesia, lho!

24 Feb 2020, 16:44 WIB arbordayblog.org Selain hewan, salah satu hal yang paling menyenangkan untuk diamati dari alam se...

Kyai Molor, Pesugihan Ngeri yang Bikin Pelakunya Sendiri jadi Sosok Buruk Rupa

Beban ekonomi yang makin mendera kadang membuat sebagian orang memilih cara pintas untuk bisa memiliki kehidupan yang le...

Pembatasan wna terlambat, varian baru corona mengintai indonesia

tirto.id - Warga negara asing (WNA) menumpuk di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Senin (28/12/2020) mala...

Latests News

Perawat migran indonesia di jepang gajinya tinggi, apakah mereka bahagia?

Para perawat asal Indonesia yang lulus ujian nasional perawat dan bersertifikat di Jepang mendapat gaji sekitar Rp21-30 ...

8 tumbuhan pemegang rekor dunia, ada yang dari indonesia, lho!

24 Feb 2020, 16:44 WIB arbordayblog.org Selain hewan, salah satu hal yang paling menyenangkan untuk diamati dari alam se...

Kyai Molor, Pesugihan Ngeri yang Bikin Pelakunya Sendiri jadi Sosok Buruk Rupa

Beban ekonomi yang makin mendera kadang membuat sebagian orang memilih cara pintas untuk bisa memiliki kehidupan yang le...

Pembatasan wna terlambat, varian baru corona mengintai indonesia

tirto.id - Warga negara asing (WNA) menumpuk di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Senin (28/12/2020) mala...

10 Potret Hiroki Moriuchi, Adik Taka One Ok Rock yang Gak Kalah K | IDN Times

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to pro...

Top